Hukum Mengkritik Pemimpin Secara Terbuka.


Diambil dari bacaan madia umat, Edisi 31 May 2011. Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

Tanya : Ustadz, bolehkah kita mengkritik pemimpin secara terbuka?(Abu Aisyah, Jakarta)

Jawab : Hukumnya jaiz (boleh) mengkritik pemimpin secara terbuka, tidak haram. Dalilnya adalah kemutlakan dalil-dalil  amar  ma'ruf  nahi  mungkar  kepada  penguasa. Muhammad Abdullah Al-Mas'ari, Muhasabah al-Hukkam, hal. 60; Ziyad Ghazzal, Masyru' Qanun Wasa'il Al-I'lam fi Ad-Daulah Al-Islamiyah, hal.25).

Dalil-dalil  tersebut  antara  lain  sabda  Nabi  SAW, ”Pemimpin  para  syuhada  adalah Hamzah  bin  Abdil Muthallib dan seseorang yang berdiri di hadapan seorang imam
yang zalim lalu orang itu memerintahkan yang ma'ruf kepadanya dan melarangnya dari yang munkar, lalu imam itu  membunuhnya.”  (HR  Tirmidzi  dan  Al-Hakim).  Juga berdasarkan  sabda  Nabi  SAW,  ”Seutama-utama  jihad adalah menyampaikan kalimat yang haq kepada penguasa (sulthan)  atau  pemimpin  (amiir)  yang  zalim.”  (HR  Abu Dawud,  Tirmidzi,  dan  Ibnu  Majah).  Juga  berdasarkan hadits  Ubadah  bin  Ash-Shamit  tentang  baiat  kepada imam yang di dalamnya ada redaksi,”dan kami akan selalu mengucapkan kebenaran di mana pun kami berada, kami tidak takut –karena Allah— terhadap celaan orang yang mencela.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Mengomentari dalil-dalil tersebut, Syaikh Muhammad  Abdullah  Al-Mas'ari  berkata bahwa  nash-nash tersebut  bersifat  mutlak,  yakni  tidak  membatasi  cara tertentu dalam  menasihati  penguasa,  sehingga  dapat disampaikan secara rahasia atau terbuka. (Muhammad Abdullah Al-Mas'ari, ibid., hal. 60).

Selain dalil-dalil ini, kebolehan mengkritik pemimpin  secara  terbuka  juga  diperkuat oleh  praktik  para shahabat  yang  sering  mengkritik  para  khalifah  secara terbuka. Diriwayatkan dari Nafi' Maula Ibnu Umar RA, ketika menaklukkan Syam, Khalifah Umar bin Khaththab tidak membagikan tanah Syam kepada para mujahidin. Maka Bilal RA memprotes dengan berkata, ”Bagilah tanah itu atau kami ambil tanah itu dengan pedang!” (HR Baihaqi, no  18764,  hadits  sahih).  Hadits  ini  menunjukkan  Bilal mengkritik  Khalifah  Umar  secara  terbuka  di  hadapan umum. (Ziyad Ghazzal, Masyru' Qanun Wasa'il Al-I'lam fi Ad-Daulah Al-Islamiyah, hal.24)

Diriwayatkan dari 'Ikrimah RA, Khalifah Ali bin Thalib RA telah membakar kaum zindiq. Berita ini sampai kepada Ibnu Abbas RA, maka berkatalah beliau,”Kalau aku, niscaya tidak  akan  membakar  mereka  karena  Nabi  SAW  telah bersabda,”Janganlah kamu menyiksa dengan siksaan Allah (api),” dan niscaya aku akan membunuh mereka karena sabda Nabi SAW,'Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.” (HR Bukhari). Dalam hadits ini jelas Ibnu Abbas mengkritik Khalifah Ali bin Thalib secara terbuka. (Ziyad Ghazzal, Masyru' Qanun Wasa'il Al-I'lam fi Ad-Daulah Al-Islamiyah, hal.25).

Berdasarkan  dalil-dalil  di  atas,  boleh  hukumnya mengkritik pemimpin secara terbuka di muka umum, baik di media massa seperti di internet, koran, majalah, maupun saat demonstrasi, di pasar, di kampus, dan sebagainya.

Sebagian  ulama  mengharamkan  mengkritik  pemimpin secara terbuka berdasar hadits Iyadh bin Ghanam, bahwa Nabi SAW berkata, ”Barangsiapa hendak menasihati penguasa akan suatu perkara, janganlah dia menampakkan perkara itu secara terang-terangan, tapi peganglah tangan penguasa itu dan pergilah berduaan dengannya. Jika dia menerima nasihatnya, itu baik, kalau tidak, orang itu telah menunaikan kewajibannya pada penguasa itu.” (HR Ahmad).  Menurut  Syaikh  Muhammad  Abdullah  Al-Mas'ari, hadits ini dha'if karena sanadnya terputus (inqitha') dan ada periwayat hadits yang lemah, yaitu Muhammad bin Ismail bin 'Iyasy. (Muhasabah al-Hukkam, hal. 41-43). Wallahu a'lam.

Posting Lebih Baru Posting Lama

Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.