Agustus 2012

Malam Lailatul Qadr"antara mitos dan legenda"


Malam yang seharusnya menjadi rahmat semesta alam, berdiri diantara mitos dan legenda


Malam turunnya Al qur an, menjadi sebuah kegamangan tersendiri. Hikayatnya hanya orang-orang suci, para wali, dan orang-orang sakti, yang mampu mendapatkan malam lailatul qodar.

Kita orang awam menjadi penonton yang terlongok, menunggu cerita kemurahan hati mereka-mereka yang nanti akan mengkhabarkannya kepada kita semua. Seumpama anak kecil yang menunggu di dongengi cerita ‘nina bobok’ sebelum tidur oleh Ibunya.

Begitulah kita orang ‘awam’ yang belajar agama ‘pas-pasan’ hanya dari uztad kampung yang tidak lulus sekolahan. Ya, itulah potret saya, kaum urban yang berangkat dari kampung hanaya semata berbekal ke nekad-an.

Namun itu penggalan cerita, sebagaimana manusia itu semua ada masanya, ketika kesadaran beragama muncul di dada. Rasanya semua ingin diketahuinya. Apalagi perihal turunnya Al qur an. Sebuah momen paling penting dalam kehidupan beragama anak manusia. Sebuah malam yang menjadi ‘titik balik’ kesadaran umat Islam dalam membangun peradabannya.

Suatu malam yang layak diketahui dan layak didapatkan siapa saja. (Yaitu) Semua umat Islam yang menghendaki perubahan dalam hidupnya. Sebab dalam malam itu, turun RUH (Jibril) untuk mengatur segala urusan manusia dan alam semesta. “Pada malam itu turun malaikat dan Ruh (Jibril) dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (QS. Al Qadr; 4)

Maka sayang, jika kita tidak turut ambil bagian bersama mereka, agar segala urusan kita, nantinya juga di akomodasi dan di perhatikan serta diurus penyelesaiannya  oleh Ruh (Jibril).

Namun bagaimana mendapatkan malam itu ?. Apa daya ilmu tidak punya ?!.

Bagaimana keadaan malam lailatul qadr ?. Hati bertanya, mencari di semua literatur, namun banyak jawaban  bagai sebuah mitos dan legenda. Apa benar malam itu ada di jaman sekarang ini ?.

Apakah malam lailatul qadr semacam malam seremonial saja ?. Sebagaimana manusia memperingati hari proklamasi. Memperingati hari kelahiran. Dan hari-hari penting lainnya ?.

Jika jawab ‘iya..!’. Timbul pertanyaan, mengapa manusia dari jaman dahulu hingga sekarang ini. Senantiasa berbondong-bondong ‘itikaf’ di masjid menunggu datangnya malam itu ?. Tidak mungkin tidak ada malam lailatul qadr. Sebab semua umat Islam meyakininya.

Jika jawabnya ‘bukan.. !’. Adakah manusia yang memberikan kesaksiannya dan membuktikan bahwa dia pernah mendapatkan malam yang dimaksud itu ?.

Maka keadaan malam lailatul qadr menjadi ‘mistery’ yang terbarukan di sepanjang peradaban Islam itu sendiri. Berada diantara mitos dan legenda.

Maka untuk menjawab semua itu, mari kita coba cari rujukannya. Sekedar untuk mencari pijakan sebagai loncatan langkah ke depan. Dalam upaya kita untuk membuktikan malam lailatul qadr. Mencari referensinya bahwa malam itu benar-benar ada.

“Jangan Engkau gerakkan lidahmu karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Jika Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya.” (QS. Al Qiyamah; 16-18)

Mari kita sandingkan pemahaman ini, dengan malam lailatul qadr. Jika kita meyakini bahwa malam itu adalah malam turunnya Al qur an. Kita sudah mendapatkan referensinya, perihal apakah yang di maksudkan dalm malam ‘kemuliaan’ turunnya Al qur an (lailatut qadr) itu. Bahwa ;

Hakekatnya, malam itu adalah malam ‘MEMBACA !’. Malam itu para malaikat membawa ayat-ayat Al qur an untuk dibaca oleh seluruh umat manusia, terutama manusia yang meyakini Islam sebagai agama mereka.

Malam ‘inagurasi’ bagi umat Islam. Adalah mengulang momen saat ketika Rosululloh pertama kali diajarkan ‘MEMBACA” oleh Jibril. Dan seluruh umat Islam akan mendapatkan kesempatan yang sama, pengajaran yang sama, sebagaimana beliau. Tentunya dalam kadar dan ukurannya masing-masing, sesuai keadaan manusia itu sendiri.

Masalahnya adalah maukah umat Islam ‘meneladani’ bagaimana cara Rosulullooh “MEMBACA !’ ?!. Sangat-lah sedikit orang, yang mau meniru cara belajar Rosululloh ini. Manusia datang dengan kehebatan ilmunya masing-masing. Mereka menggunakan teknik membaca yang sudah di kemas sedemikian rupa. Inilah problematika umat Islam.

Sementara, Rosululloh men’taati’ benar-benar perintah; “Janganlah Engkau gerakkan lidahmu cepat-cepat (menguasai) nya .“

Artinya saat kita membaca,   ‘diam’ dan dengarkan, jangan terburu nafsu, jangan tergesa-gesa, rasakan dengan perlahan saja, dunakan seluruh system ketubuhan kita, gunakan ruh kita, sehingga sampai terasa ‘KLEK’ di hati, masuk ‘KLIK’ . Sampai semuanya tuntas ‘pool’  terkumpul di dada kita.

Jangan terburu-buru dan serakah ingin menguasai semua. Mungkin bagian kita hanya mampu membaca semisal satu ayat saja, ‘Bismillah hirohmanir rohiem’. Ya, kita syukur, sebab bilamana kita mampu membaca satu ayat saja dari Al qur an, sungguh tiada terbilang manfaatnya buat diri kita. (Pada diri Rosulullohpun Al qur an diturunkan ber angsur angsur).

Dan karena itu, dada kita menjadi luas, tenang , damai. Raga kita kemudian merespon, sehingga nampak angin diam, tidak terasa menyentuh kulit. Alam semesta seperti turut bersuka cita atas keberhasilan kita membaca. Seakan-akan ikut mendoa kan kita.

Memberikan selamat.  Mereka me muliakan kita. Mereka bersujud kepada kita. Sebagaimana saat itu alam semesta sujud kepada nabi Adam.Seakan-akan (malam itu) Kita berada diantara (bersama) alam semesta yang tengah me muliakan diri kita.

“Salamun. Hiya hatta matla ‘il fajr .“ Mereka semua (alam semesta) mengucapkan “SALAM”. Doa kesejahteraan terus menerus sampai terbitnya fajar kepada diri kita yang sukses ‘belajar membaca’ ayat Al qur an. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. (Keadaan ini banyak diceritakan kaum sufi melalui bahasa metaphora)

Setelah terkumpul semua , baru kita ‘searching’ kita bangkitakan perlahan-lahan, bersama seluruh entitas kesadaran kita. Mengikuti bacaan yang ada di dalam hati kita. Perlahan saja  kita ikuti bacaan tersebut. Ada kesatuan antara raga, hati, akal, pikiran, perasaan, dan lidah kita yang mengucapkan. Kita lakukan seiring dengan gerak kehidupan kita. Memaknai melalui apa saja yang kita temuai dalam ‘keras’nya kehidupankota.

Sebagai perumpamaaan. Saat saya ceritakan. “Saya mengiris jeruk nipis…saya gigit..cairan masuk..iihhhk..!.” maka setiap orang yang pernah merasakan kecutnya jeruk nipis akan merespon apa yang saya ceritakan.

Maka semisal begitulah saat kita dalam membaca ayat Al qur an yang saya maksudkan. Namun tentunya efeknya ribuan kali lipat dari jeruk nipis. Bahkan dikisahkan gunung pun akan hancur ketika menerima Al qur an.

Sayang sekali, sering kita tidak mau mengikuti kaidah ini. Kita selalu terburu-buru. Banyak dari kita malah hanya ingin mendengar apa yang kita ingin demgar saja. Atau malahan sering ‘kebablasan’, inginnya kita ‘mengajari’ Allah, (untuk) bagaimana seharusnya Allah ‘mengajari diri kita.

Maka menjadi lumrah jika,  saat kita ‘itikaf’ seperti hal-nya memindahkan batal dan tempat tidur kita saja dari rumah ke masjid.  “Lha, Jaka Sembung bawa onta. Gak nyambung gue kata!”.

Inilah esensi yang seharusnya mampu kita maknai !.

Oleh karenanya, dalam pemahaman saya. Sangat penting bagi kita yang ingin menacari malam lailatul qadr adalah persiapan diri kita untuk ‘membaca’. Jadi jangan biarkan ayat-ayat Al qur an turun tidak dibaca oleh kita. Atau kita abaikan begitu saja. Siapakan instrument yang kita butuhkan untuk membaca. Hati, akal, badan, jiwa, ruh, dan seluruh entitas yang diliputi kesadaran kita. “Bacalah, dengan (atas) nama Tuhanmu.” Itulah yang diperintahkan.

Kita sering keliru dalam memaknai malam lailatul qadr ini. Kita seperti tengah mengharap ‘lotre’, atau kita seperti menanti UFO yang akan turun dari langit. Mata kita senantiasa ‘kelap kelip’  mengarap datangnya, kok nggak turun-turun. Maka sampai lebaranpun , ya nggak bakalan turun.

Malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Malam dimana terjadi ‘fase pembalikan’  pada diri manusia. Sebagaimana yang terjadi pada diri Rosululloh.

Bagi yang menetapi dan menadaptkannya nya akan diberikan kemuliaan, diberikan kesuksesan dunia kaherat tanpa batas. Maka inilah malam kemuliaan.

Pada malam inilah terjadinya penyinaran cahaya di hati kita. Hati kita akan dicahayai-Nya dengan perumpamaan seribu bulan. Maka persiapkanlah hati kita. Sucikanlah jiwa kita terlebih dahulu agar mampu menerima turunnya Al qur an di dada kita.

Inilah ‘anugrah’ dari Allah Tuhan manusia atas umat Muhammad. Allah yang akan memberikan cahaya-Nya sendiri ke dalam dada umat Muhammad ini. Tidak lagi melalui AVATAR.

Pertanyaannya maukah manusia dimuliakan-Nya ?.

Maka Allah menjawab sendiri dalam firman-Nya, “Sunguh kami telah menunjukkan kepadanya (manusia) jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS. Al Insan; 3)

Maka kembalinya, terserah kepada kita untuk menjalani dan memaknainya. Semua sudah di akomodasi oleh Al qur an itu sendiri.  Pada posisi mana kita memilih. “Bersukur ataukah kufur !.” Dengan jalan kemuliaan yang diatawakan pada malam lailatul qadr ini.

Apakah akan menjadikan malam lailatul qadr menjadi sebuah kenicayaan (realitas) ataukan akan menjadi cerita semisal mitos atau legenda saja ?!.

Pilihan ada pada kita semua !.

Akhir kata, artikel ini hanyalah sebagai ‘share’ pemikiran dan pemahaman saja. Kebenaran datang dari Allah. Jika ada kesalahan maka datangya, ada pada diri saya yang fakir, yang tidak memiliki Ilmu. Jikalau itu ada manfaat, sebab  itu karena anda sendiri. Dan jika mengandung ke mudharat, sumbernya berasal dari kebodohan saya adanya. Terima kasih sudah membaca. “Salamun. Hiya hatta matla ‘il fajr .“ Kesejahteraanlah bagi anda semua.


Walohualam

Postingan Lebih Baru Postingan Lama

Diberdayakan oleh Blogger.