-Diambil dari bacaan media umat(tampa picture)Edisi 18 July 2010 -
Artis-artis porno mimpi jadi bupati. Sekadar kembang gula menarik wisatawan?
Artis-artis yang biasa mengumbar aurat berduyun-duyun ingin duduk sebagai pemimpin daerah. Ayu Azhari, meski sebelumnya gagal maju sebagai calon wakil bupati Sukabumi, kini mengincar kursi wakil walikota Tangerang Selatan. Lalu Julia Peres yang dicalonkan jadi calon wakil bupati Pacitan. Belum reda, menyusul Maria Eva yang akan maju jadi calon wakil bupati Sidoarjo.
Secara kebetulan, track record ketiga artis tersebut seragam, tak jauh-jauh dari kesan seksi, porno, bahkan mesum. Ayu Azhari dikenal suka berpakaian minim, berpose telanjang dan kawin cerai. Julia Peres juga setali tiga uang, suka menonjolkan aurat, bahkan jadi duta kondom yang berkonotasi mengajak seks bebas. Lebih parah Maria Eva, rekaman aksi berzinanya dengan Yahya Zaini (waktu itu anggota DPR) tersebar ke seantero dunia.
Tentu kita patut bertanya, mau jadi apa negeri ini jika pemimpinnya berlatarbelakang seperti itu? Khususnya bagi kaum perempuan, apa yang akan diteladani dari sosok artis-artis porno itu? Terlebih tampak nyata bahwa mereka belum bertobat dari kepornoannya.
Pragmatisme
Pesona artis memang menjadi magnet luar biasa bagi masyarakat awam. Meski artis itu dikenal sebagai pelaku maksiat sekalipun, tetap dielu-elukan. Dicium tangannya, dipeluk dan diajak foto bersama bila berjumpa. Apalagi bila sang artis turun dengan membawa bantuan-bantuan sosial, serta merta akan disambut bak dewi penolong.
Termasuk ibu-ibu, akan merasa sangat bangga bila berjumpa artis idolanya yang selama ini ia tonton di sinetron kesayangannya. Tapi di saat lain, mereka berteriak ketika anak gadisnya berperilaku layaknya artis, suka tampil seksi, susah diatur, amoral atau bahkan terjerumus pergaulan bebas.
Mereka lupa bahwa para artis yang mereka puja itulah penyebabnya. Artis adalah ikon gaya hidup permisif (serba boleh), hedonis, glamour, konsumtif, dan perilaku bebas lainnya. Artis adalah “teladan” gaya hidup ala Barat, yang meracuni pola pikir dan perilaku anak-anak kaum Muslimin. Ya, masyarakat tak menyadari betapa besar “jasa” sang artis sebagai penarik gerbong gaya hidup bebas.
Tak heran bila sebagian masyarakat malah gembira dengan pencalonan para artis untuk menjadi pemimpin daerahnya. Namun, alasannya sangat memprihatinkan, dangkal, bahkan bisa dibilang bodoh. Seperti menjadikan daerahnya lebih terkenal bila dipimpin artis, atau sekadar menarik wisatawan.
"Pacitan jadi terkenal sampai Australia dan Amerika, karena saya sudah diwawancari wartawan dari sana, gara-gara Jupe masuk bursa," ujar Ketua DPC Hanura Kabupaten Pacitan, Sutikno.
Rani (25), warga Pacitan, mengaku senang-senang saja Jupe bisa dicalonkan di Pacitan. "Adanya Jupe, Pacitan makin dikenal, paling tidak pariwisata Pacitan bisa makin maju," katanya seperti dikutip kapanlagi.com.
Alasan pragmatisme seperti itu, menunjukkan betapa rendahnya pola pikir sebagian masyarakat terhadap hakikat sebuah kepemimpinan. Bagaimana mereka begitu mudah mempercayakan urusan yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak kepada pihak-pihak yang tidak berkompeten? Apalagi, mereka yang dengan sadar diri meminta jabatan?
Tentu saja, yang paling keterlaluan adalah parpol pengusungnya. Seolah tidak ada figur lain yang lebih layak. Apalagi alasan mengusung artis pun, juga sangat pragmatis: memperbesar peluang meraih kursi empuk dengan memasang orang terkenal. Selain itu, menggandeng artis akan mempertebal pundi-pundi parpol, karena artis dikenal banyak duit dan royal.
Padahal—terlepas boleh tidaknya menurut Islam—kalau memang ingin mencari perempuan sebagai pemimpin daerah, masih banyak yang pintar dan mumpuni dibanding artis. Peneliti LIPI Jaleswari Pramodyawardhani menegaskan, masih banyak perempuan handal di negeri ini yang bisa dijadikan panutan atau pemimpin (metronews.com, 1/4/2010). Bukannya merendahkan kemampuan para artis, tapi kalau yang maju memang artis rendahan, apa kata dunia-akhirat? Tampak sekali bahwa alasan memasang artis sekadar gula-gula agar disemuti. Artinya, sekadar magnet untuk menarik pemilih.
Menjaga Harga Diri
Daripada sibuk menyiapkan diri menjadi pemimpin daerah, sebaiknya para artis itu berkaca diri. Bukan hanya terkait ilmu pemerintahan yang tidak dikuasai, tapi juga ilmu keteladanan yang tidak mumpuni.
Karena itu, penuhi dulu kewajiban sebagai hamba Allah SWT, sebelum memenuhi kewajiban sebagai pemimpin daerah. Terlebih sebagai Muslimah, jalankan dulu segala perintah terkait dengan tugas keperempuanan yang ditahbiskan di pundaknya, sebelum bermimpi menjadi pemimpin bagi masyarakat banyak.
Patuhi dulu hukum-hukum syara' agar menjadi pribadi Muslimah yang shalihah. Seperti menjaga harga diri dan kemuliaan. Jangan bangga mengumbar aurat dan malah menjadikannya komoditas. Sebaliknya, tutuplah aurat secara sempurna sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 59 (perintah berjilbab) dan surat An-Nuur ayat 31 (perintah berkerudung).
Berpenampilan sopan dan berakhlak mulia sepanjang masa adalah perintah Allah. Bukan karena pemilihan kepala daerah, bulan puasa, umrah, naik haji atau saat menikah saja. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nuur ayat 31 yang artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (An-Nur:31).
Jelaslah, muslimah salehah bukan pengobral aurat, apalagi penggugah syahwat. Ciri muslimah shalihah adalah dia menjauhi kemaksiatan yang menjatuhkan harkat dan martabat perempuan. Seperti menjauhi kebiasaan berkhalwat alias pacaran, apalagi sampai gonta-ganti pasangan. Termasuk mencegah diri dari pergaulan bebas dan perzinaan.
Muslimah shalihah tidak akan rela kaum perempuan terjerembab dalam kenistaan. Seperti diekspolitasi habis-habisan di dunia hiburan demi pundi-pundi rupiah. Termasuk jadi pemimpin daerah, sejatinya hanyalah motif lain dari eksploitasi kepopuleran perempuan itu sendiri di ranah politik. Semua itu harus disadari kaum perempuan, termasuk para artis jika mengaku Muslimah cerdas dan bermoral.[] kholda naajiyah